Jumat, 04 Maret 2022

Perjalanan

Kala itu di bus yang sama
Kita sama-sama masih semu, belum terbentuk oleh ilmu, pengalaman dan nilai kebajikan.
Ringan, ikut terbang jika ditiupkan gagasan
Mudah jatuh, karena belum mahir bermain di lika liku kehidupan
Karena itu, kita memutuskan melakukan perjalanan.
Kau dengan kacamatamu
Dan aku duduk di bangku
Beberapa detik saja melihatmu
Tak ada kesan,
Seperti halnya penumpang lainnya, kita hanya duduk di bis yang sama, dan jika sudah sampai pada tujuan, kita berpisah. Sudah tak ada lanjutannya
Mungkin setelah itu kita akan istirahat, atau melanjutkan perjalanan, bisa dengan orang yang berbeda, bus yang berbeda, atau arah yang berbeda.
Entahlah, akupun lupa pergi kemana saat itu, karena masih muda, bimbang menentukan arah.
Yang kita tahu, kita harus terus melakukan perjalanan. Terus seperti itu.
Kini, walau masih samar, pada akhirnya kita mulai menemukan, tujuan kita.

Ya...tujuan yang sama, yang mempersatukan kita.
Kini jadilah kita sepasang manusia yang berkelana.
Kita datang membawa ransel masing-masing
Di dalamnya ada kenyataan yang meleburkan logika kita.
Ternyata ibu kita berteman telah lama
Ayahku mengenal ayahmu
Kita pernah berada di sekolah yang sama.
Lucunya kita tidak saling tahu
Dan siapa yang tahu
Dua orang yang tidak saling tahu menahu, ini akhirnya bersatu.
(Menertawakan diri)
Rasanya seperti dipermainkan,
Kita dipermainkna Tuhan dalam alur yang indah.
kadang, aku menyayangkan, kenapa tidak sejak dulu kita bertemu?
Mungkin karena saat itu, isi ransel kita belum cukup.

Dan sampai saat ini, mungkin kita belum membuka sepenuhnya isi ransel yang kita bawa.
Ada masa lalu, kelemahan kelebihan, cerita luka suka, mimpi dan cita-cita, ambisi dan ketakutan.
Mungkin butuh waktu seumur hidup untuk mengetahui isi seluruhnya
kita terus belajar menerima isi ranselnya
Kita jaga yang berharga, dan bertahap, kita keluarkan yang merusak ranselnya
Agar langkah kita lebih ringan,
Dan mempermudah kita sampai tujuan.

Katanya suami istri itu seperti baju
Hah... Baju?
Mungkin maksudnya adalah "kesalingan"
Berusaha saling mencintai, saling mensupport, saling melayani, saling melindungi dll.
Dan jika pasangan ibarat baju, mungkin kau baju yang selalu aku inginkan, selalu aku ingin kenakan.
Kenapa?
Karena nyaman, pas, dan aku suka.
Kamu melindungiku dari terik panas, atau dinginnya malam.
Terima kasih ya...
Tapi aku ini, adalah wanita ceroboh
Kadang tidak berhati-hati memakainya.

Jikalau aku sampai menyakitimu, ada bidadari yang melaknat
Ini benar-benar bidadari surga ya yang protes
Tau kan bidadari surga?
Bagaiman rupa dan perangainya
Dan apalah aku ini?
Tersadar aku hanya manusia
Dan dia bidadari mengatakan jika,

aku dan kamu hanya berkumpul sementara, dan engkau akan kembali kepada mereka.
Aku terdiam, merasa kalah.
Sekali lagi, Lihatlah aku, hanya seorang ibu rumah tangga
Yang tiap hari berjibaku dengan asap dapur, tak ada yang dibanggakan.
Aku cemburu

Wajar kan?
Ibunda Aisyah radhiallahu'anha saja pernah cemburu
aku goyah dan bisa kuat di waktu yang sama
Karena cinta...
Seorang Buya Hamka saja, takut cintanya pada istri lebih besar dari cintanya kepada Allah
Atau seorang Habibi yang selalu merindukan Ainun sepeninggalnya...
Sekelas mereka...
Dan sekali lagi aku cuma manusia biasa.

Tapi aku mulai belajar
Bahwa kau adalah titipan Allah,
Kau teman yang disiapkan dalam perjalanan menuju surganya Allah
Dan aku mencoba menikmati setiap detiknya
Berjuang bersama, membesarkan anak-anak bersama, mungkin pergi haji bersama, meraih cita, sampai menghabiskan masa tua bersama.
Hingga nanti waktu kita habis, dan saatnya pulang.
Mungkin aku masih mengharap, menjadi bidadarimu kelak di surga.
Jikalaupun tidak, semoga kita berada di surga yang sama.

Cahayamalam
(Okt, 2021)



0 comments:

Posting Komentar